Menciptakan Barisan Intelektual organik



Menciptakan Barisan Intelektual Organik



*Rheza Wahyu Anjaya
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Universitas Nasional 




Tulisan ini saya dedikasikan untuk para sahabat – sahabat ku yang mengiringi langkah sebagai bagian dari perjuangan menciptakan kelas baru yang mapan secara organisatoris, ideologi, dan ekonomi.. Sebuah langkah dimulai dengan langkah pertama untuk mencapai tatanan padu sebuah peradaban unggul. Para intelektual ini sebagai ‘intelektual organik’. Sebuah sebutan yang mungkin terdengar asing di telinga kita. Intelektual organik adalah sebuah komunitas cendekia yang santun, radikal dan kritis. Demikian pula gagasan-gagasan dalam ini hadir sebagai hasil dari perenungan dan diskusi yang panjang mengenai keadaan sosial masyarakat, bangsa negara dan bahkan tatanan dunia sekalipun. “Sebagai golongan intelektual, tugas kita memang bukan sekedar ‘memberi makna’ terhadap realitas sosial globalisasi, menguatnya neoliberalisme saat ini, dan meratapinya. Tugas kita sebagai intelektual adalah ikut menciptakan sejarah dengan membangun gerakan pemikiran dan kesadaran kritis untuk memberi makna masa depan kita sendiri. Kaum intelegensia atau yang sering kita sebut kaum intelektual bila meminjam pendapat Gramsci adalah manusia yang memiliki semangat perubahan dalam dirinya yang semangat perubahan itu bertumpu pada aspek kognisinya dalam mengintepretasikan realitas yang ia lihat. Dengan menggunakan pisau analisisnya, intelektual dapat melihat realitas jauh lebih dalam dari pada orang-orang awam kebanyakan sehingga kemungkinan besar intelektual mencari akar permasalahan pun lebih terbuka lebar.

Tetapi sekali lagi aspek kognisi dari seorang intlektual tidaklah cukup baginya dalam melihat sebuah realitas dalam masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh Michael Foucault, selalu ada aspek kekuasaan dalam ilmu pengetahuan. Artinya kognisi (pengetahuan) seorang intelektual tidak serta-merta membuatnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakatnya, alih-alih, malah pengetahuan yang dimilikinya digunakan oleh penguasa sebagai alat legitimasi bagi kekuasaannya.
Lalu apa yang mesti dimiliki oleh intelektual selain aspek kognisi tadi? Gramsci telah menjawab pertanyaan ini. Aspek satu lagi yang diperlukan seorang intelektual dan yang paling penting adalah kesadaran akan tujuan yang ingin dicapai (consciousness). Dengan adanya kesadaran yang dimiliki oleh intelektual maka pengetahuan yang dimilikinya pun digunakan dengan sebuah kesadaran untuk melakukan perubahan. Tapi sekali lagi permasalahan muncul, terkadang kesadaran yang muncul bukanlah kesadaran yang sebenarnya melainkan kesadaran palsu atau yang disebut sebagai kesadaran naif (Naive Consciousness) dimana kesadaran yang dimiliki seseorang sudah terhegemoni oleh kekuasaan tertentu yang ditanamkan melalui indoktrinasi dan pendidikan. Kaum fundamentalis radikal di Afganistan adalah contoh kesadaran naif yang muncul. Kaum fundamentalis tahu bahwa mereka sedang ditindas dan mereka sadar akan hal tersebut dan kesadaran itu menimbulkan sebuah semangat pergerakan diantara mereka, namun kesadaran yang mereka miliki adalah kesadaran yang berasal dari sebuah indoktrinasi bukan dari kesadaran diri dalam melihat realitas dengan kognisinya (akalnya) pada akhirnya yang terjadi adalah sebuah bentuk pergerakan yang reaksioner.
 
Banyak sekali kita melihat seorang intelektual yang hidup dari hasil intelektualnya, dan pemikiran yang dimilikinya hanya dimengerti oleh kaum sesamanya. Intelektual telah membentuk suatu kelas baru di dalam pengelompokkan masyarakat. Intelekual pada dasarnya bukanlah individu-individu yang terlepas dari masyarakatnya, indvidu bahkan seharusnya membaur dalam masyarakat dan berjuang bersama masyarakat dalam mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang adil. Inilah konsep yang disebut oleh Gramsci sebagai intelektual organik (organic intellectual). Intelektual organic adalah intelektual yang lahir dan tumbuh di dalam masyarakat. Dia tidak dapat terpisahkan dari masyarakat dan akan selalu berada dalam masyarakat Gramsci membangun konsep yang dapat menjelaskan kenapa beberapa kelompok mampu memiliki kekuasaan dan bagaimana kelompok yang berkuasa tersebut kemudian membangun dan menjaga kepemimpinan moral dan kepemimpinan budaya. Gramsci berpendapat bahwa hegemoni tidak otomatis berasal dari mereka yang memiliki dominasi ekonomi dari kelas yang berkuasa, tetapi adalah sesuatu yang harus dibangun dan diperjuangkan.



  





NEGARA SETENGAH HATI


Oleh : Rheza Wahyu Anjaya *
Tugas pemimpin adalah menentukan yang terbaik untuk mencapai tujuan – tujuan yang ditentukan rakyat, dan mampu mensejahterakan rakyat ( george gallup )
       
       Sepertinya kita harus mencoba menelaah dan mengkaji kembali makna kata – kata george gallup bagaimana peran bangsa dan para pemimpinya untuk mensejahterkan rakyat, Bangsa ini semakin hari semakin memasuki dunia hitam Demokrasi, Setiap Hari tak henti hentinya melihat berita baik di media cetak maupun media elektronik permasalahan – permasalahan silih berganti mewarnai kondisi internal bangsa indonesia, mulai dari kasus Hukum, politik, ekonomi, budaya dll pada akhirnya masyarakat atau rakyat menjadi korban dari persetuan elite politik sehingga tersandera dalam jurang kemiskinan, negara yang bertanggung jawab seyoggianya mampu mengedepankan sistem politik yang selalu melindungi kepentingan seluruh rakyat secara adil, dan mampu menjamin terlaksananya semua program bangsa untuk mencapai keadilan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat sesuai Mukadimah UUD 1945 dan pancasila.
Kasus yang terhangat adalah kasus mafia pajak dan peradilan Gayus tambunan bagaimana hukum dipermainkan dan diperjual belikan demi keuntungan kelompok – kelompok tertentu, harus disadari, saat ini yang menjadi panglima  adalah politik bukan hukum, akar permasalahan negara berkembang adalah selalu terjebak dalam fragmentasi politik, bagaimana para politukus negeri ini bak raja bertindak sesuka hati ,bisa membeli dan melakukan apapun demi kepentinganya kelompok dan pribadinya.dan kasus – kasus yang lainnya sehingga mencederai harapan – harapan masyarakat bagaimana polarisasi parpol begitu sangat terasa, parpol saling mengunci untuk menutupi aib masing – masing sehingga politik transaksional menjadi gambaran dalam penyelenggaraan negara dan pemerintah sebagai representasi dari negara Menurut Rapar, bagi kaum sofis negara tidak lain hanyalah sebuah instrumen atau mesin semata – mata atau sarana yang digunakan manusia untuk mencapai dan memperoleh segala sesuatu yang dikehendaki, dapat saya simpulkan bahwa negera bukanlah alat penindasan tetapi sebagai alat untuk memperjuangkan rakyat sebagai tujuan akhir.

Tugas – Tugas Pokok Pemerintahan
     Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar. Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, pemerintah tidak diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, secara umum Tugas – tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan
Pertama, menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah atau mengancam integritas negara melalui cara – cara kekerasan
Kedua, memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok – gontokan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai
Ketiga, menjamin diterapkan perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan – keputusan pengadilan, di mana kebenaran diupayakan pembuktian secara maksimal dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta di mana perselisihan bisa didamaikan
Keempat, melakukan perkerjaan umum dan memberikan pelayanan antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapat rendah, pelayanan pos, pelayanan kesehatan masyarakat, penyediaan air, Dll
Kelima, melakukan upaya – upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial,membantu orang miskin, memelihara orang – orang cacat, jompo, dan anak – anak terlantar
Keenam, menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.
Ketujuh, menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup seperti tanah, air, dan hutan
Menyongosong Reformasi Jilid II
    Untuk merubah tatanan dan penyelenggaraan perlu adanya perubahan – perubahan untuk mengkaji kembali makna reformasi hari ini, sepertnya kita harus belajar seperti kekalahan athena dalam perang peloponnesos disisi lain berdampak positif athena menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat kenegaraan atau seperti jepang yang kalah perang melawan amerika serikat dan tentara sekutu di masa perang dunia II ( 1939 – 1945 ) yang kemudian bangkit menjadi adi kuasa di kawasan asia dewasa ini.ada tiga tahap merubah tatanan indonesia pertama, revolusi mindset, kedua revolusi strukturisasi kenegaraan dan supermasi hukum, pertama revolusi mind set inilah kelemahan terbesar bangsa kita selalu berfikir kalah sebelum berperang, mengatakan tidak bisa sebelum melakukan, dan menyatakan bahwa orang asing lebih pandai dan cerdas daripada bangsa kita, sudah banyak contohnya yang dapat membuktikan betapa besar bangsa kita BJ Habibie adalah salah satunya bahwa kita dapat membuktikan bangsa kita  membuat pesawat CN 251, 40 orang WNI bekerja di microsoft dan 4 orang di nasa, belum lagi kader – kader muda bangsa yang memenangkan medali emas tingkat internasional untuk mengharumkan nama bangsa.
Kedua, Revolusi strukturisasi adalah mengembalikan indonesia kepada sistemnya hari ini kita menganut sistem presidensil namun pada pelaksanaanya menggunakan sistem parlementer dimana presiden bertanggung jawab kepada parlemen dan adanya fragmentasi politik akibat multipartai diberlakukan di indonesia yang pada akhirnya menyebabkan politik dagang sapi,
Ketiga, supermasi hukum dimana hukum dapat diputar balikan salah menjadi benar dan benar menjadi salah, dan politik dijadikan panglima tertinggi analogi, analogi sapu apabila sapunya masih kotor bagaimana membersihkan sebuah lantai maka perlu adanya pembenahan didalam tubuh kejaksaan,kehakikaman, dan mahkamah agung guna mendukung adanya supermasi hukum, semoga harapan ini bukan hanya kata – kata indah namun dapat kita lakukan dan perbuat bersama demi indonesia lebih baik.
Bergerak bersama dan sinergisitas menjadi kunci perubahan, paradigma yang hari ini harus dibuat adalah bukan lagi walfare state ( negara kesejahteraan) menjadi welfare society ( Masyarakat Sejahtera ) semoga Pembukaan UUD 45 bukan hanya sekedar kata – kata indah namun pada faktanya dapat menjadi kenyaatan.

Media, Demokrasi, dan Politik


      Terdapat celotehan di masyarakat media mana hari ini yang tetap menjaga independensinya? ,terlihat media – media sudah menjadi pasar yang empuk dalam membangun opini publik dalam menjaga aktor – aktor politik yang berkuasa ,  terdapat  analisis yang seharusnya menjadi peran media dalam memberikan pencerdasan kepada masyarakat, Asumsi yang mendasari adalah, pertama media adalah sebuah institusi dan aktor politik yang memiliki hak-hak. Kedua, media dapat memainkan berbagai peran politik, diantaranya mendukung proses transisi demokrasi, dan melakukan oposisi Asumsi utama dalam kajian demokratisasi adalah, semakin press independent dengan semakin besar kebebasan yang dimiliki maka akan memberi kontribusi positif pada perubahan politik, mendukung transisi demokrasi dan meruntuhkan rejim yang otoritarian. Dengan kata lain, media dapat memainkan peranan yang sangat besar khususnya pada saat babak politik dalam transisi, karena media dapat bertindak sebagai agen perubahan, Jika kita menggunakan paradigma Peter D. Moss (1999), akan terlihat bagaimana wacana media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya, surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia: siapa pahlawan, siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat; apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin; tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan); isu apa yang relevan dan tidak (Eriyanto, analisis Framing: X). perlu ada auto kritik terhadap media menjadi alat suatu kepentingan politik tertentu, bukan menjadi sarana pencerdasan terhadap masyarakat tetapi pada akhirnya hanya memberikan informasi yang mengarahkan kepada kepentingan tertentu atau bersifat membodohi masyarakat, sebagai kaum intelektual maka dari itu tugas kita semua memberikan pemahaman dan pencerdasan kepada masyarkat awam kita bongkar habis terhadap media yang mbalelo , dalam rangka memperbaiki kulur demokrasi indonesia dan itu tidak dapat dilakukan secara individu namun secara bersama – sama mendorong demokratisasi indonesia lebih baik. 

Mengembalikan Khittah HMI

Acapkali tradisi intelektualisme dihadapkan dengan orientasi politik. Intelektualisme dinilai sebagai anak kandung idealisme, sementara orientasi politik dinilai sebagai bentuk telanjang dari pragmatisme. Cara pandang dikhotomis seperti ini tidak selalu tepat dan menguntungkan. Yang kurang baik adalah implikasi jangka panjangnya, di mana wilayah politik dijauhkan dengan warna, tradisi, dan komitmen intelektual. Inilah yang menjadi faktor penyebab mengapa kehidupan politik masing kering dari warna dan pengaruh intelektual.
Arah intelektualisme yang dikembangkan di HMI justru bertugas untuk mendamaikan wilayah akademis-intelektual dengan wilayah perjuangan politik praktis. Keduanya bukan saja harus direlasikan secara positif, tetapi bahkan wilayah perjuangan politik layak ditempatkan sebagai (bagian) kelanjutan proses pematangan intelektual di HMI, termasuk organisasi-organisasi mahasiswa yang lain.
Dalam kaitan itu, yang harus dikembangkan dalam rangka memajukan intelektualisme HMI bukanlah antiorientasi politik, melainkan kemampuan untuk menjaga independensi, ‘bersabar’ dan mencari waktu yang tepat untuk berkiprah di jalur perjuangan politik, setelah menjadi alumni. Justru intelektualisme kemudian menjadi salah satu modal berharga bagi para alumni HMI yang berkiprah di dunia politik, di samping kemahiran berorganisasi dan keterampilan komunikasi sosial.
Sesuai dengan misi HMI yang bergerak dalam ranah kebangsaan, kemahasiswaan, dan keislaman. Kini bukan saatnya lagi untuk bermimpi melakukan perbuatan besar dan menjadi pahlawan yang memiliki nama harum dan dicatat dalam sejarah. Melainkan, yang penting saat ini adalah hari di mana HMI dituntut untuk membuktikan komitmennya terhadap permasalahan- permasalahan kebangsaan terkini. Kemiskinan, pengangguran, kelaparan, minimnya pengetahuan tentang kesehatan adalah masalahmasalah riil bangsa ini. HMI tidak hanya mengurusi masalah pergantian pemerintahan atau rezim, atau dukung tidak mendukung terhadap kekuatan politik yang ada, melainkan sebuah keharusan dan kewajiban untuk turut memecahkan berbagai bentuk masalah tersebut.
Kader HMI sudah seharusnya menjadi panutan dan suri tauladan bagi masyarakat di lingkungannya. HMI seharusnya sudah mampu melakoni perubahan dan mengaktori ritme perbaikan di negeri mayoritas muslim ini. Kita barangkali sepakat, HMI memiliki tanggungjawab sejarah yang lebih besar dibandingkan dengan entitas pergerakan lainnya, khususnya dalam menjaga kontinuitas kebangsaan dan memerangi segala bentuk ketidakmerdekaan dalam kehidupan rakyat. Yakin Usaha Sampai

menemukan kembali makna sumpah pemuda

“ Berikan aku 10 pemuda maka akan ku Guncang Dunia ( ir Soekarno) “

Dari apa yang disampaikan soekarno dapat menggambarkan bagaimana sosok seorang pemuda dengan semangat dan keinginannya dapat mengubah dunia. Tanggal 28 oktober 1928 sebuah momentum dan pintu gerbang awal bersatunya gerakan kepemudaan bersepakat untuk menjadi satu gerakan untuk mencapai pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, sepakat untuk membentuk sebuah bangsa dan negara, ditangan pemudalah pada akhirnya Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaan , seokarno – hatta adalah generasi muda yang tidak disangka menjadi pendobrak revolusi dan kemerdekaan Indonesia demikian pula Soeharto di tahun 1965. Demikian pula mereka yang menurunkan presiden Soeharto pada tahun 1998. Generasi Muda!! Merekalah Masa depan Bangsa.
Sejarah Gerakan mahasiswa
Sejarah dapat dijadikan refleksi untuk melihat dinamika bangsa yang akan merentang ke masa depan, khususnya bagi kaum muda ( termasuk mahasiswa ) Bangsa Indonesia yang telah tumbuh sebagai bangsa berpenduduk besar ke-4 di dunia ternyata sejak dulu memang bukan bangsa tempe, Dinamika bangsa ini sejak dulu dipegang oleh kaum muda ( Mahasiswa dan Pelajar ) peranan kaum inteletual, termasuk mahasiswa, dalam perubahan social adalah kompleks dan penting, sepanjang sejarah , sebagian besar kaum intelektual berdampingan dengan gerakan demokrasi dan nasionalis melawan kolonialisme, kediktatoran atau rezim fasis, dalam sejarah indonesia, kita juga menyaksikan peran penting yang dilakukan oleh mahasiswa namun, peran tersebut ternyata tidak selalu seiring dengan kepentingan menegakkan demokrasi dan kesejahteraan rakyat seperti tahun 1965 ketika mahasiwa bergandengan dengan tentara menggulingkan Soekarno Gerakan Mahasiswa saat itu membantu berdirinya rezim fasis yang berkuasa selama 32 tahun dan berlaku refresif terhadap rakyatnya, berdirinya rezim Soeharto merupakan hasil aliansi dari Mahasiswa – Mahasiswa pro liberalism barat, Gerakan Mahasiswa tahun 1965 yang bergandeng mesra dengan tentara memang meninggalkan kesan yang pahit namun bukan berate gerakan Mahasiswa berujung seperti itu, Diawali pada era 70an, gerakan Mahasiswa bangkit kembali sebagai kelompok yang melakukan kritik terhadap kebijakan rezim soeharto, Gerakan moral Mahasiswa tersebut memuncak pada 15 januari 1974 yang dikenal sebagai peristiwa “ Malari “ Gerakan Mahasiswa ini kembali jatuh ke dalam pelukan militer, Gerakan tersebut dihabisi dengan penangkapan dan pemenjaraan terhadap para pemimpinnya, pada tahun 1978, Gerakan Mahasiswa kembali bergerak kali ini dengan tuntutan yang lebih maju menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden, setelah kejadian itu Soeharto mengambil langkah untuk mensterilkan kampus dari semua kegiatan politik. Dewan mahasiswa dibubarkan tidak boleh ada politik praktis di dalam kampus, militer semakin kuat mencengkram kampus, pembredelan pers mahasiswa, pencekalan tokoh – tokoh yang kritis,dan pelarangan buku – buku, dan tahun 1998 gerakan mahasiswa kembali bersatu dengan satu tujuan menurunkan rezim soeharto

Refleksi gerakan kepemudaan
Dari semua apa yang disampaikan diatas dapat menggambarkan bahwa sampai dengan saat ini mahasiswa belum mampu memainkan peran sebagai agent of change atau yang biasa disebut agent - agent perubahan apa yang salah? Ini sebuah pertanyaan yang mesti dijawab oleh kita semua yang mengaku sebagai mahasiswa, sejujurnya kalau kita tanyakan kepada masyarakat maka mereka akan sepakat sedang menunggu kontribusi mahasiswa untuk membawa masyarakat kepada kesejahteraan social, pertama miris ketika melihat teman – teman dikampus sudah terbius dengan gaya hidup barat yang pada akhirnya terlena dengan keadaan akibat dari itu semua melupakan fungsi dan hakikat sebagai seorang mahasiswa sejati. kedua melihat berbagai fenomena yang terjadi saat ini terjadi kelesuan gerakan mahasiswa salah satunya adanya penggiringan mahasiswa saat ini untuk focus kedalam wiliyah akedemik para mahasiswa dijejali dengan kegiatan – kegiatan akademis kampus , gerakan mahasiswa saat ini dipandang sebelah mata image yang melekat mahasiswa bukan lagi sebagai agen perubahan tetapi sebagai agen perusak hal ini didukung dalam setiap aksi mahasiswa berakhir dengan anarkis dan pada akhirnya tersetigma, mahasiswa tidak dapat membawa suatu perubahan, pertanyaanya apa yang harus dilakukan oleh mahasiswa? Saya fikir momentum sumpah pemuda ini adalah mahasiswa saat yang tepat untuk menyatukan kembali gerakan mahasiswa dan mengubah image sebagai kelompok menengah yang berperan mengingatkan pemerintahan apabila ada kebijakan – kebijakan tidak pro terhadap rakyat dengan melakukan pencerdasan kepada masyarakat menurut Tan Malaka dalam bukunya Aksi Massa “ Apabila Masyarakat Sudah Cerdas mereka akan bergerak terhadap pemerintahan yang represif dan otoriter , dalam tulisan ini saya menawarkan solusi membangkitkan kembali gerakan mahasiswa pertama, perbanyak kembali ruang – ruang diskusi untuk mengasah analisis dan ketajaman dalam melihat fenomena – fenomena social kedua, melespaskan semua ego dan kepentingan dari masing – masing gerakan karena pada hakekatnya satu mensejahterakan masyarakat, bersama –sama bersatu demi kepentigan rakyat ketika mahasiswa bersatu ada satu elemen yang dapat menghentikannya, teringat apa yang disampaikan ws rendra dalam puisinya “ perjuangan adalah pelaksanaan kata – kata “ selamat berjuang kawan – kawan mahasiswa di pundak kalian masa depan bangsa!!!






• Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Semester VII
• Presidum Nasional Ikatan Mahasiswa ilmu Sosial dan Politik Wilayah II
• Sekertaris Umum BEM Fisip periode 2009 – 2010
• Sekertaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images